Sebuah mobil bagus, baru, dan berwarna hitam menepi. Penumpang menurunkan kaca mobil dan menanyakan harga. Kemudian wanita itu meminta pepaya ukuran kecil seraya menyerahkan lembaran Rp10.000.
Jumat pagi lalu saya mendadak harus melayani pembeli, berhubung sang penjual tidak ada sedang mengambil barang.
Sebetulnya, Pak Yana pedagang kopi di dekatnya mendapatkan amanat dari penjual pepaya. Namun, saat itu ia sibuk mengaduk kopi untuk pemesan yang sudah menunggu.
Jadilah saya menjadi penjual pepaya dadakan di di tepi jalan Tentara Pelajar, Kota Bogor. Ada tiga harga. Paling besar, Rp20.000 per buah. Ukuran sedang, Rp15.000. Kecil, Rp10.000 sebuah.
Rak kayu belum penuh. Pepaya dipajang baru setengah dari jumlah seharusnya. Penjual mengambil pepaya di gudang milik pedagang grosir, sekitar 3,5kilometer dari tempatnya berdagang
Setengah jam kemudian ia datang membawa keranjang berisi pepaya matang pada jok motor matiknya.
Beratnya kira-kira 50 kilogram. Dua kali balik, berarti mengambil 1 kuintal pepaya berbagai ukuran dengan total harga Rp700.000.
Pedagang tersebut, namanya Yusuf, kulak (membeli dalam jumlah banyak) pepaya secara tunai tiap tiga hari sekali. Selain karena habis, buah tropis itu hanya mampu bertahan tiga hingga empat hari.
Dari modal tersebut ia mendapatkan hasil Rp1.000.000 sampai Rp1.500.000. Tidak jarang menjual kurang dari nilai itu. Hitungan kasarnya, ia menarik untung kotor Rp300.000 Rp800.000 selama tiga hari.
Lumayan daripada membuang energi, lalu desperet-deperetan ikut-ikutan memasang tagar desperate karena sulit mendapatkan pekerjaan kantoran.
Zamannya Sulit Dapat Kerja?
Rasanya Angkaraja, dari tahun ke tahun ada saja keluhan sulit mendapatkan pekerjaan. Banyaknya pintu lowongan kerja selalu lebih sedikit ketimbang jumlah pencari kerja.
Ketimbang menghabiskan waktu menunggu jumlah pekerjaan menjadi sepadan dengan banyaknya pencari kerja, kenapa tidak menciptakan pekerjaaan?
Bukan bisnis jual beli proyek bernilai miliaran. Bukan.
Dagang kecil-kecilan yang berpotensi menghasilkan uang, seperti yang dijalankan oleh Mas Yusuf. Membeli buah pepaya dari grosir kemudian menjualnya kembali di tempat lain, dengan mengutip selisih harga kulakan dan penjualan.
Tampak sederhana, memindahkan barang dari satu tempat ke tempat berbeda agar harga lebih tinggi. Namun, ada kerumitan-kerumitan yang harus dibereskan oleh mereka yang mau berdagang.
Agar lebih jelas, saya berbincang dengan Yusuf, bagaimana ia memulai berbisnis. Memulai usaha berjualan pepaya di pinggir jalan.
Ia mengaku berdagang, “Sabab bakat ku butuh.” (Bhs. Sunda, artinya: karena terdesak kebutuhan).
Meskipun berdagang lantaran kepepet keadaan, Yusuf tidak melakukannya dalam sehari. Makbrek, dalam semalam menjual sekuintal pepaya lantas menghasilkan keuntungan.
Ia membangun posisi sekarang dari ketekunan dan perjalanan panjang yang tidak selamanya mulus.
Bukan berkuliah di universitas wirausaha terkemuka, melainkan mendapatkan ilmu berdagang ketika bekerja pada pedagang buah sudah berpengalaman. Setelah cukup ilmu dan modal, Yusuf membuka usaha kecil-kecilan.
Pagi itu obrolan sangat menarik. Maka, takada salahnya membagikannya kepada sidang pembaca Kompasiana, ditambah sedikit-sedikit pengalaman dan pengetahuan sederhana saya dalam bidang usaha (dulu pernah berdagang).
Langkah awal, menentukan konsep.
Mau berjualan buah atau mobil bekas? Berdagang atau bikin badan usaha rekanan Pemda? Pertanyaan di dalam kepala bisa berkembang, asalkan jangan kelamaan berpikir. Belanda keburu datang!
Ada dua elemen penting dalam penentuan tersebut: ia akan mendatangkan keuntungan dan Anda menguasai/memahami natur bisnisnya.
Kalau belum ada gagasan tentang bisnis akan dijalankan, bolehlah merenung tentang minat dan gairah, keterampilan dimiliki, kegiatan disuka atau tidak disuka, barang dibutuhkan tapi jarang tersedia di sekitar, dan seterusnya.
Kedua. Belajar kepada yang sudah berpengalaman dalam satu usaha tertentu yang diminati, kalau perlu ikut terjun dan bekerja kepadanya. Tujuannya, mendapatkan bekal ilmu dan kiat-kiat menjalankan usaha.
Ketiga adalah menyiapkan pembiayaan untuk menjalankannya. Bisa dari modal sendiri. Bisa juga dari love investor (keluarga, pasangan, pacar, dan seterusnya), angel investor (teman, kenalan, dan lainnya), serta sumber-sumber sah lainnya.
Keempat, melakukan riset terkait persaingan dan potensi pasar, memilih sumber pasokan tetap (supply guarantee) yang menyediakan ruang mendapatkan laba, mencari lokasi, menata tempat, menyediakan waktu khusus berusaha, mengurus perizinan, dan seterusnya sesuai skala usaha.
Kelima, fokus menjalankan usaha dan pengembangannya. Tak perlulah membandingkan skala dan keadaan usaha dimiliki dengan kerajaan bisnis Raffi Ahmad.
Keenam, ajek dan tidak berubah-ubah (konsisten) menjalankan usaha. Motivasi mencari penghasilan tidak gampang surut seiring dengan kesulitan mendera.
Ketujuh. Bersyukur masih diberi kesempatan menghasilkan uang halal dan tidak lupa memanjatkan doa.
Bagi yang mau, langkah-langkah di atas menjadi panduan sederhana.
Paling penting Situs Angkaraja, nikmati perjalanan berusaha sejak awal sampai akhir. Dari berdarah-darah menjalankan usaha hingga ia menghasilkan berkah.
Barangkali jalan usaha –kecil ataupun besar– merupakan satu jalan keluar menghasilkan uang, daripada putus asa desperet-deperetan mengeluh karena sulit cari kerja.
Bukankah akhir dari bekerja dan berusaha adalah menghasilkan duit bagi diri dan keluarga?